Bapak

Bapak adalah matahari dari sejak pertama aku lahir sebagai manusia, sebagai anak perempuan satu-satunya. Pada namaku ada doa-doa bapak, bahwa aku diharapkan untuk jadi pemimpin bahkan ketika aku adalah perempuan.

Bapak tidak pernah mengatakan bahwa beliau mencintai kami, karena sesungguhnya cinta bapak itu senyap. Aku sering kali merasa terlambat mencintai bapak, berlomba dengan usianya sembari bertanya pada diri sendiri apakah cinta yang aku beri sudah pantas, karena kalau banyak kurasa tidak akan pernah bisa, cintanya kepadaku lebih besar dari apapun. Kalau seluruh semesta adalah cinta maka semuanya untuk bapak saja.

To The Bone

“Cause maybe the greatest love of all is who the eyes can’t see”

Lagu dari Pamungkas yang gue dengarkan setiap hari selama gue jatuh cinta pada salah seorang rekan aktivis tingkat kampus sampai hari ini dan nanti dan selamanya dan abadi. Tentu saja jatuh cintanya yang gue maksud.

Dan ini adalah cerita gue tentang orang tersebut.

Gue selalu mengaku bahwa gue menyukai laki-laki matahari itu kepada semua orang kecuali dirinya sendiri. Gue bilang gue punya keinginan untuk menghabiskan sisa hidup gue di sisinya sebagai teman hidup, gue pengen nonton konser band-band yang kami suka, gue pengen menyusuri bumi melihat ini itu bersama dia, tapi bilang suka sama dia gue belum bisa.

Dia adalah entitas atau sosok manusia yang amat gue kagumi, terlepas bagaimana ia ditokohkan di fakultasnya, di rumahnya. Dia punya jawaban atas banyak hal yang selama ini selalu gue pertanyakan apalagi perihal berbuat baik, apa itu adil dan bagaimana mencintai manusia lain dengan berbagai macam bentuk cinta itu sendiri.

Di akhir hari gue selalu, selalu menyimpan kekaguman gue pada sosoknya dengan tetap berharap bahwa suatu haru gue bisa menghabiskan secangkir kopi di sore hari bersama dia sembari menonton berita tentang tanah air yang kita perjuangkan di masa muda dengan kondisi yang lebih baik, menyandarkan kepala gue yang lelah karena bertemu dengan pasien seharian di pundaknya yang kokoh yang diatasnya dulu pernah diletakkan amanah-amanah dari orang yang mendukungnya dan berhasil dia bawa dengan amat sangat baik, kemudian gue menyusuri helai rambutnya yang ikal terurai hingga punggung sembari mendengarkan ceritanya perihal hari itu. Gue ingin selama-lamanya tenggelam dan tinggal dalam matanya, meyusuri lapis demi lapis jiwanya yang indah.

Hari di mana dia menyapa gue dengan senyum yang lebar itu gue kira adalah hari dimana gue jatuh cinta pada dia, sampai ke jiwanya, sampai ke tulang-tulangnya. Terimakasih pada senyumannya yang menyelamatkan diri gue dari hal-hal buruk yang menggerogoti jiwa gue.

Gue berjanji ke diri gue sendiri bahwa ketika waktunya tepat dan gue sudah siap dengan penerimaan gue terhadap cinta dan segala ketidakpastiannya yang menyenangkan ini, gue akan bilang pada dia perihal yang gue tulis disini.

Begin Again

Gue bukan cewek galau ya bunda-bunda sekalian, dan gue juga tidak pernah mau dikenal dengan sosok yang seperti itu meskipun juga galau pun adalah perasaan yang valid dan bukan sesuatu yang akan menurunkan value seorang manusia. Gue hanya ingin orang melihat gue sebagai sosok yang ceria dan bahagia karena apa yang gue rasakan pun begitu.

Tahun ini gue 2`1 dan gue sangat bersyukur kepada tuhan atas segala nikmat yang tuhan beri pada gue dan orang-orang di sekitar gue, termasuk juga nikmat untuk belajar dari hal-hal yang kurang menyamankan untuk dirasakan.

Gue sekarang lebih mendengarkan keinginan hati gue ketika sedang melakukan segala sesuatu, gue nggak mau jadi people pleaser lagi. Gue sekarang kembali menyenangi hal-hal yang dulu gue senangi tapi sempet gue tinggalkan saat mencintai orang itu.

Gue kembali membaca buku-buku kesayangan, menonton series yang gue sukai, pergi ke tempat-tempat yang gue banget tanpa rasa kesepian karena gue adalah milik diri gue sendiri dan begitu juga sebaliknya. Gue menang, karena diri gue sendiri sudah pulang dari hilang yang lalu.

SETELAHNYA

Selamat berjumpa lagi setelah setengah tahun lamanya. Gue mau cerita lagi, kali ini tentang hari setelah enambelas Agustus. Hari-hari setelah gue menangis di dalam taksi online. Hari-hari setelah gue tidak lagi mencoba memaksakan semua yang gue mau berjalan dengan sama persis. Hari-hari setelah mimpi gue berpindah ke orang lain.

Dia sama tidak mudahnya, sama sekali tidak. Gue bahkan tidak bisa mengerti dia bagaimana dengan sepenuhnya, Gue hanya mencoba sebisanya. Mencoba menyayangi laki-laki lain yang bukan Langit.

Kemarin sewaktu gue bercandaan dengan salah satu sahabat gue, sahabat gue ini bilang menanggapi pernyataan gue sebelumnya bahwa gue merasa gue terlalu sedih terlalu murung untuk ada di sisi orang baru yang notabennya penuh dengan energi positif dan segala hal baik, bahwa mungkin memang perannya bukan Langit tapi Matahari, sosok ceria yang selama ini gue butuhkan jadi sudah sepantasnya gue menerima hal tersebut dan tidak perlu merasa terlalu menyedihkan.

Gue akan mencoba hidup dengan cerita baru.

Tentang Perayaan

Menurutmu apa yang membuat sebuah hal pantas untuk dirayakan?

Mungkin kesannya yang indah, atau mungkin memang sudah sepantasnya begitu.

Lalu bisa jelaskan mengapa sebuah perpisahan harus dirayakan juga?

Apa yang indah dari sebuah perpisahan? lukanya yang menganga?

Gue tidak tahu dan singkatnya masih tidak bisa merayakan perpisahan sampai detik ini, karena hal tersebut tidak pernah mudah bagi diri gue sendiri untuk menjalaninya. Manusia belajar dari banyak hal salah satunya belajar dari apa yang namanya gagal dan kesia-siaan. Bahwa dunia adalah tempat dimana hasil bisa saja menghianati kerja keras, sekeras apapun mencintai, sekeras apapun menyayangi orang-orang tetap saja akan pergi.

Pergi adalah sebuah kata mutlak, perpisahan juga mutlak mengikutinya, karena kita cuma manusia siapa kita bisa tidak ditinggalkan dan meninggalkan.

Dua dekade, ada banyak sekali orang yang harus gue relakan kepergiannya bahkan beberapa gue sambut dengan hati yang lapang . Dua dekade juga orang orang harus merelakan perginya gue. Seharusnya impas. Tapi tidak.

Gue waktu itu masih menyayanginya, dan tidak bisa menarik perasaan itu kembali.

Unfinished Business

Kalian tau nggak? atau berasa nggak? bahwa hal-hal mendasar dari rasa sakit yang kita rasakan bisa aja karena urusan dengan seseorang yang belum sempat terselesaikan. Gue ngomong aja sih karena gue juga nggak ada basic memahami emosi manusia yang gimana-gimana gue cuma ngerasa capek banget sampe berefek ke fisik dan menyebabkan produktifitas gue menurun jauh terjun bebas. Gue yang orangnya gacor banget pada akhirnya memilih untuk tidak mengambil resiko untuk hal apapun terlalu banyak sekarang, karena gue merasa terlalu rapuh untuk menghadapi hal yang sekiranya bakal memberatkan pundak gue.

Gue nggak menyangka kalau misal hal-hal yang belum sempat tersampaikan tuh bakal berdampak ke diri kita sebesar itu, ke diri gue lebih tepatnya. Gue dihantui kegagalan atas apapun yang gue lakukan dan gagal, gue jadi tidak berterimakasih meskipun diri gue sudah berusaha tetap bernafas sampai detik ini, gue jadi sampah.

Tapi nih ya cuy, satu yang beneran bikin gue makin ancur lagi adalah apakah urusan yang belum selesai ini hanya berlaku untuk sisi cerita bagian gue atau untuk sisi cerita masnya juga karena bakal memilukan banget kalau hanya gue yang ngerasain.

Ibarat dia abadi di ingatan dan gue cuma sekilas lewat.

Tidak Kemanapun

Gue tidak kemana-mana ternyata, yang gue kira diri ini sudah terbebas dari luka-luka kemarin dan siap bepergian lagi ternyata salah. Salah yang sangat besar karena gue yang sudah sembuh adalah bentuk dari denialnya gue terhadap perasaan gue sendiri.

Gue masih sakit, masih sedih dan hampir mati. Masih tidak bergeser satu titik pun dari yang dulu. Gue membiarkan toxic positifity melahap realitas gue sebagai manusia dan membentuk realitas baru diamana gue sudah baik-baik saja.

Sedih bener asli, karena kesedihan-kesediha gue tidak semata mata gue bisa perlihatkan ke orang-orang karena mereka terbiasa melihat gue sebagai perempuan yang kuat dan keras hati.

Hari ini gue mengaku kalah, gue tidak pernah menang dari rasa kehilangan terhadapnya. Meskipun nggak ada lagi fotonya atau foto kita berdua yang gue simpen, meski pesan pesannya nggak lagi gue baca, meski kita belum pernah ketemu lagi dari semenjak yang terakhir kali, gue tidak pernah berhasil melangkah darinya dari perasaan kehilangan gue.

Di ingatan gue, dia, kita dan harapan-harapan gue untuknya, ABADI.

Perihal Melepaskan

Lagi-lagi bicara soal melepaskan, gue memang tidak ahli sangat-sangat tidak tapi dari berbagai macam kehilangan yang gue alami melepaskan memang nggak pernah jadi persoalan gampang. But were just human and we need to deal with it.

Gue sampai pada titik dimana gue menganggap bahwa melepaskan adalah bentuk memberi atau membahagiakan orang yang gue sayang yang sudah tidak bahagia lagi dengan gue. Sebut saja dia langit, abang-abangan yang gue ceritain di postingan sebelumnya, nowdays dia keliatan bahagia gue juga baru dapet kabar dia udah resmi lulus sekitaran bulan Januari kemarin dan harusnya bulan Maret kemarin wisuda tapi ya kalian taulah kenapa akhirnya ditunda. Wabah Corona.

Langit sekarang pulang ke tempat tinggalnya, mungkin dia bakal balik ke Solo mungkin juga tidak karena gue tau dia juga pasti punya rencana yang harus dia lakukan entah itu kerja atau mungkin berangkat S2. Gue masih menyimpan setitik harapan tapi untuk sekarang gue mencoba untuk menyisihkan hal itu dulu. Gue cuma ingin semoga Langit selalu bahagia.

Gue sepertinya belum bisa jatuh cinta lagi sekeras apapun gue mencoba, gue takut akan ada kerja keras kerja keras yang sama sia-sianya dengan yang gue lakukan saat ini tapi gue udah nggak sesedih empat bulan lalu, gue bisa bilang kalau gue bahagia tapi mungkin juga gue ngerasa kayak gini karena gue lagi sibuk dengan kerjaan gue di ormawa dan juga kuliah entah nanti kalau kesibukan ini udah reda gue juga nggak tau hahaha. Rencana setelah hari-hari menyedihkan ini gue mau berangkat jadi relawan yang  oriented ke anak-anak dan kesehatan semoga aja terkabul ya, kalian bantuin gue dengan doa plis hehe.

Apa ya? Patah Hati?

Gue rada bingung sebenarnya mau mulai cerita dari sebelah mana karena cerita ini berentetan but anyway gue officialy kabid cuy and that was hella crazy, dengan segala kerumitan yang haru gue hadapi dan proker yang harus gue selesaikan datang bersamaan dengan masalah di farmasi yang tiap hari gue rasa ada aja.

Mengurus 13 manusia yang semuanya mulai sibuk dengan urusannya masing-masing dan bujuk rayu duniawi yang amat sangat nikmat yang meminta ditukar dengan idealisme jujur gue pusing even ini udah setengah periode dan gue udah colapse mau modyar.

2019 bagi gue bangsat tapi asyik, soalnya gue bener-bener ngerasa “waw akhirnya gue dah dewasa” ketika semua masalah yang datang bersamaan nggak selesai-selesai dan dunia yang menampar gue keras-keras.

Pertenganan tahun gue kenal seorang laki-laki, lebih tua 4 tahun dari gue. Orangnya baik seengaknya itu kesan yang gue tangkep even sampe sekarang saat kita udah mulai nggak keep in touch. Lo tau nggak sih rasanya ketika lo sedang ada dititik terendah hidup dan nggak ada tempat yang bisa menampung perasaan lo tapi setelah lo kenal seseorang dan ternyata seseorang itu berasa kayak rumah buat lo pulang.

Kurang lebih itu yang gue rasakan waktu ketemu kakak ini, ditambah apa yang gue suka dia juga suka. Playlist kita sama cuy and it was crazy dan asal tau aja seseorang yang memepengaruhi gue, membuat gue yakin untuk maju jadi kabid adalah dia karena pada suatau titik dia bilang ke gue bahwa “amanah tidak pernah salah memilik pundak dek” gue be like “oke kita gaskan, orang lain aja yakin ke gue masa gue nggak” dah lah babat habis and now here i am ya padahal mah bikin pusing aja, menambah beban hidup beside nambah segala hal yang bagus juga rasa peduli gue untuk nasib profesi gue yang sedang tidak jelas dan tersakiti ini.

Long story short kita masih berhubungan lewat chatting, naik turun sih bahkan gue sempet lost contact karena gue gengsi chat duluan dan dia juga keliatan bosen, ya biasalah cowok kan apalagi dia tipe senior yang humble disukai banyak orang, temennya banyak. Gue mungkin sudah nggak seasik itu buat dia.

Gue mau nangis, gemeteran ngetik wkwk. Dah ah lanjot lagi…

Setelah menyingkirkan perasaan gengsi gue susah payah, gue coba hubungin kakak ini karena waktu itu kita memang sempet janjian nonton konser dan konsernya tinggal minggu depannya. Basa basi basi akhirnya kita nonton cuy, gue nggak ngerti sebahagia apa gue waktu itu even mengingat aja rasanya bahagia tapi salahnya ada disitu. kita nonton nonton nonton ya kayak orang lagi kencan lah bedanya gue dipanggil adek aja sama doi. Btw ada beberapa bagian yang harus gue skip karena itu privasi buat gue dan hampir aja gue lupa mention dia beda kampus sama gue jadi kesempatan untuk ketemu memang sudah hampir pasti 0.

After story setelah nonton konser dia sempet chat gue buat tanya gue dah sampe rumah belum karena gue naik ojol kan, dan karena beberapa hal yang gue skip untuk ceritain tadi kita nggak chattingan lagi. Mana letak salahnya, letak salahnya adalah gue terlanjur menggantungkan perasaan bahagia gue pada kakak ini, maka ketika hal yang biasa kita lakuin berdua sekarang nggak lagi rasanya ada yang hilang dan parahnya gue kehilangan diri gue sendiri. Tiap gue denger lagu gue inget dia, tiap gue lewat depan fakultas yang sama kayak fakultas dia tapi dikampus gue, gue inget dia, tiap gue ngeliat orang dengan style yang sama kayak dia gue inget dia tapi gue lupa diri gue sendiri. Gue lupa caranya bahagia meski nggak sama dia.

Tapi semesta lucu banget, kakak itu baru aja lulus bulan kemarin dan ya gue ngucapin setelahnya 3 hari kemudian gue nonton konser lagi dengan guest star yang kebetulan kita berdua suka, tau nggak kita nggak sengaja ketemu cuy. Gue diajak gabung sama doi soalnya dia lagi sama adek-adek himpunannya dan gue gemeteran abis karena nahan segala perasaan yang tiba-tiba muncul, banyak banget jenisnya, gue nggak tau harus bersikap gimana sampe dada gue rasanya penuh sesak.

Gue mengamati dia dari belakang sebelum gue samperin, masih sama kayak seseorang yang pelukannya bikin gue ngerasa kayak pulang kerumah. Disitu gue sadar perasaan gue buat dia memang belum berubah, geser aja nggak. Banyak sekali yang pengen gue ceritain ke dia tapi mulut gue cuma bisa bilang “Halo” dengan senyum yang nggak berhenti tepatnya nggak bisa berhenti mengembang.

Sakit banget gila, gue harus nahan segalanya di detik itu. Gue mencoba mengalihkan perhatian gue dengan teriak dan sing along bareng penyanyi yang gue suka. Pada akhirnya malam itu semua berakhir gitu aja tetep nggak jelas, bahkan gue aja nggak sanggup pamitan pulang duluan dan akhrinya ngebiarin dia jalan di belakang gue bareng temen-temennya.

im such a coward, i know.

Kalau gue boleh minta ke Allah, gue cuma pengen dia tau kalau gue sayang, seberapa pun jauh dia pergi kalau dia mau balik gue akan menerimanya dan gue pengen dia bisa melihat gue dengan perasaan yang sama bukan sebagai adek.

Gue sekarang masih sibuk menata segala sesuatu yang berantakan, hati gue, kerjaan gue dan juga hidup gue.

So buat kamu kak, eat well, rest well, harus mulai bangga sama diri sendiri, jangan selalu merasa harus kuat sedih kadang-kadang nggak papa. Kita mungkin baru kenal bentar aku juga baru tau kamu mungkin sedikit tapi aku tau orang-orang disekitar pasti bangga sama kamu. Soal pertanyaanmu waktu itu aku mau jawab iya kamu bikin aku sayang sama kamu lebih dari yang kamu inginkan mungkin. Ini bisa jadi salahku yang salah tangkep jadi ya salahin aku aja nggak apa-apa.

Aku sayang kamu tanpa tapi.

SAMBAT #1

Mari gue ajak kalian semua untuk sambat, karena hidup dengan sambat katanya dari buku yang sekarang lagi booming banget dibaca kaula muda lebih nikmat dan hakiki .

Jadi….

Kalian pernah nggak otaknya mandeg deg sampe mau mikir susah cuman bukan ke hal-hal akademik? gue kadang ngalamin kayak gini sampe ngerasa “gue jadi orang kok nggak kreatif amat sih” kayak bosannya semua orang ditaruh dan dikasih semua masuk ke otak gue yang daya kreatifnya lagi seret-seretnya.

Gue pernah yang namanya lagi ngepahamin isu tapi sama sekali nggak masuk di otak gue, sampe gue ulang-ulang pun masih sama aja. Tidak masuk.

Btw gue lagi uas, dan jiwa menulis gue lagi bergejolak disaat gue harus belajar hal-hal akademik, kesel nggak tuh. Kesel lah wqwq. Kenapa nggak dari pas gue gabut gitu kan mending daripada gue cuma nonton vlog orang dan main instegrem sambil guling-gulingan di kasur.

Sebenernya gue juga mau berbagi pandangan gue terhadap suatu hal biar kek orang-orang cuman gue mau ngendapin dulu soalnya gue nulis juga masih berantakan, niatnya mau berguru dulu biar asyique kalau tulisannya dibaca sama klean semua.